Tugas I : Temukan kasus yang berkaitan
dengan kesehatan mental yang terjadi di Indonesia kemudia analisis dengan
menggunakan teori psikologi.
Contoh kasus:
Sebagai seorang
remaja, Nic Newling menderita penyakit mental yang melumpuhkan, bahkan
psikiater Profesor Gordon Parker menyebutnya sebagai penyakit yang sudah parah.
Kini, Nic, yang berusia 28 tahun, menjalani kehidupannya dengan penuh warna. Ia punya pacar, pekerjaan dan menganggap dirinya "lebih stabil ketimbang kebanyakan teman-temannya yang tak memiliki gangguan bipolar". Nic Newling adalah salah satu penderita gangguan bipolar yang beruntung. Prof Gordon, pendiri Institut Black Dog, mendiagnosa Nic dengan gangguan bipolar, empat tahun setelah ia menderita penyakit ini. Diagnosa itu dan rencana perawatan yang disusun membuat Nic menjalani pemulihan.
Kini, Nic, yang berusia 28 tahun, menjalani kehidupannya dengan penuh warna. Ia punya pacar, pekerjaan dan menganggap dirinya "lebih stabil ketimbang kebanyakan teman-temannya yang tak memiliki gangguan bipolar". Nic Newling adalah salah satu penderita gangguan bipolar yang beruntung. Prof Gordon, pendiri Institut Black Dog, mendiagnosa Nic dengan gangguan bipolar, empat tahun setelah ia menderita penyakit ini. Diagnosa itu dan rencana perawatan yang disusun membuat Nic menjalani pemulihan.
Ironisnya, warga
Australia dengan gangguan bipolar rata-rata menunggu hingga 10 tahun atau lebih
sebelum mendapatkan diagnosa, jika memang mereka memeriksakan diri. Inilah yang
khususnya terjadi pada kasus bipolar Tingkat II, yang menurut Prof Gordon masih
kurang dipahami ketimbang bipolar Tingkat I. Bipolar Tingkat I dan II ditandai
dengan pasang surut suasana hati, tapi pada kasus bipolar Tingkat I situasinya
lebih ekstrim, dengan penderita mengalami psikosis dan sering berakhir di rumah
sakit. Bipolar Tingkat II, dimana tak ditemukan psikosis, lebih umum dijumpai,
tetapi penderita sering tak terdiagnosis.u
Penyakit Nic
Newling datang pada saat ia berusia 13 tahun. Kondisi ini semakin buruk dan Nic
memiliki pikiran untuk berbuat kekerasan, dan mengatakan kepada ibunya, Jayne
Newling, "Saya ingin membunuh orang-orang." Selama empat tahun
berikutnya, dokter mendiagnosa Nic dengan depresi, gangguan obsesif kompulsif
dan skizofrenia. Ia memiliki pikiran untuk bunuh diri, menghabiskan waktu di
bangsal psikiatris, mengambil berbagai obat-obatan dan bahkan menjalani terapi
elektrokonvulsif, sebuah pengobatan yang dilakukan untuk kasus yang paling
ekstrim.
Meski demikian,
baik terapi atau pil yang diresepkan kepada Nic tak bekerja dengan baik, dan
sifat melemahkan dari penyakit ini memaksanya untuk putus sekolah. Melihat
pengalamannya itu, Nic merasa beberapa dokter tak menanyainya pertanyaan yang
tepat. Prof Gordon, yang bertemu Nic ketika ia berusia 15 tahun, sepakat. Sebagian
dari masalahnya adalah bahwa gejala bipolar terjadi pada sejumlah penyakit
mental lainnya.
Profesor Gordon
mendiagnosa Nic dengan bipolar tingkat II ketika ia berusia 16 tahun. Saat itu,
ia selalu berupaya bunuh diri dan berada di bawah pengamatan rumah sakit jiwa
ketika Profesor Gordon mengunjungi dan menyaksikannya memiliki kegilaan yang
tinggi. Hal itu mengkonfirmasi kecurigaannya akan gejala bipolar yang diderita
Nic. Bagi ayah Nic, yakni Phil Newling, diagnose Prof Gordon itu adalah ‘momen
yang melegakan’. Nic kemudian mengikuti program pengobatan holistik yang
meliputi obat-obatan, pendidikan dan rencana kesejahteraan. Profesor Gordon
mengatakan, memahami penyakit ini dan perubahan suasana hati sangatlah penting,
seperti gaya hidup sehat yang tak melibatkan obat-obatan, konsumsi alkohol yang
moderat, banyak tidur dan bahkan konsumsi minyak ikan.
Selama beberapa
tahun berikutnya, kondisi Nic membaik, perlahan tapi pasti. Prof Gordon
mengatakan, kasus Nic sungguh tak lazim dalam tingkat keparahan, gejala awal
dan diagnosa dini, tapi ia yakin kisah Nic bisa memberi harapan bagi para
penderita lainnya.
ANALISIS KASUS MENGGUNAKAN TEORI
PSIKOLOGI
Gangguan bipolar adalah gangguan
mental yang menyerang
kondisi psikis seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrim berupa mania dan
depresi, karena itu istilah medis sebelumnya disebut dengan manic depressive. Suasana hati
penderitanya dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang
berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang berlebihan
tanpa pola atau waktu yang pasti.
Setiap orang pada
umumnya pernah mengalami suasana hati yang baik (mood high) dan suasana
hati yang buruk (mood low). Akan tetapi, seseorang yang menderita
gangguan bipolar memiliki ayunan perasaan (mood swings) yang ekstrim
dengan pola perasaan yang mudah berubah secara drastis. Suatu ketika, seorang
pengidap gangguan bipolar bisa merasa sangat antusias dan bersemangat (mania).
Saat suasana hatinya berubah buruk, ia bisa sangat depresi, pesimis, putus asa, bahkan sampai
mempunyai keinginan untuk bunuh diri.
Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai mania, atau di saat ringan
disebut hipomania. Individu yang mengalami episode mania juga sering mengalami
episode depresi, atau episode campuran di saat kedua fitur mania dan depresi hadir
pada waktu yang sama. Episode ini biasanya dipisahkan oleh periode suasana hati
normal, tetapi dalam beberapa depresi individu dan mania mungkin berganti
dengan sangat cepat yang dikenal sebagai rapid-cycle.
Episode manik ekstrim kadang-kadang dapat menyebabkan gejala psikosis seperti
delusi dan halusinasi.
Teori-Teori
psikologis
Gangguan mood atau
Bipolar Disorder ini didukung oleh beberapa teori menurut tokoh psikologi yang
menjelaskan penyebab dasar munculnya gangguan tersebut. Berikut merupakan
beberapa teori tersebut :
a) Teori Psikoanalisis Tentang Depresi
Menurut Freud (1917/ 1950) potensi depresi muncul
pada awal masa kanak-kanak. Pada fase oral anak mungkin kurang terlalu
terpenuhi kebutuhannya, sehingga ia terfiksasi pada fase ini mengakibatkan
individu dependen, low self esteem. Hipotesanya adalah, setelah kehilangan
orang yang dicintai, ia mengidentifikasi diri dengan orang tersebut seolah
untuk mencegah kehilangan. Lama-lama ia malah marah pada dirinya sendiri,
merasa bersalah.
b) Teori Kognitif Tentang Depresi
1. Menurut Teori Depresi Beck (1967)
Individu menjadi depresi akibat interpretasi
negatif yang bias. Pada waktu kecil/remaja muncul skema negatif akibat
kejadian-kejadian buruk ia merasa akan selalu sial/gagal, dipadu dengan bias
kognitif muncul triad negatif (pandangan sangat negatif tentang diri, dunia,
masa depan).
2. Menurut Teori hopelessness
Sejumlah bentuk depresi dianggap sebagai akibat
hopelessnessà merasa hasil yang diharapkan takkan pernah muncul, individu tak
bisa merubah situasi. Kemungkinan muncul akibat self esteem yang rendah,
kecenderungan anggapan bahwa kejadian negatif akan mengakibatkan sejumlah hal
negative.
3. Menurut Teori atribution and learned helplessness
Pada situasi dimana
individu pernah gagal, ia akan mencoba mengatribusikan penyebab kegagalan.
Individu depresi bila mereka mengatribusikan kejadian negatif bersifat stabil
dan global. Individu depresi biasanya menunjukkan depressive attributional
styleàmengatribusikan rasa hasil negatif sebagai personal, global, penyebabnya
stabil
Menurut Teori Learned helplessness
Kepasifan individu
dan perasaan tak berdaya mengontrol hidupnya, didapat dari
pengalaman-pengalaman buruk/ trauma, mengarah pada depresi
c) Teori Interpersonal Tentang Depresi
Individu depresi cenderung terbatas jaringan dan dukungan
sosialnyaàmengurangi kemampuan individu mengatasi kejadian negatif, rentan
terhadap depresi.
Individu depresi berusaha meyakinkan diri bahwa orang lain benar peduli.
Namun ketika yakin, rasa puasnya hanya sebentar. Berhubungan dengan konsep diri
negatif.
Kompetensi sosial yang rendah diperkirakan memunculkan depresi pada anak
usia TK. Interpersonal problem solving skill yang rendah dapat meningkatkan depresi
pada remaja.
d) Teori Biologis Tentang Gangguan Mood
Gangguan bipolar merefleksikan adanya gangguan
pada sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system atau
BAS. BAS memfasilitasi kemampuan manusia unuk mendekati atau memperoleh reward
dari lingkungannya dan ini telah dikaitkan dengan positive emotional states,
karakteristik kepribadian seperti ekstrovert, peningkatan energi, dan
berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait
dengan jalur syaraf dalam otak yang melibatkan dopamine neurotransmitter dan
juga terkait dengan perilaku untuk memperoleh reward. Peristiwa kehidupan yang
melibatkan pencapaian tujuan atau reward diprediksi meningkatkan simtom mania.
Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada simtom
mania, dan pencapaian tujuan tidak terkait dengan perubahan dalam simtom
depresi.Dengan demikian, BAS dan manifestasi perilakunya, yaitu pencapaian
tujuan diasosiasikan dengan simtom mania dari gangguan bipolar.
1. Genetic Data
Penelitian mengenai faktor genetis pada gangguan unipolar dan bipolar melibatkan keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10-15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu episode gangguan mood (Gherson, 1990, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Pada gangguan unipolar, meskipun faktor genetis mempengaruhi, namun kurang menentukan dibandingkan gangguan bipolar. Resiko akan meningkat pada keluarga pasien yang memiliki onset muda saat mengalami gangguan.
Berdasarkan beberapa data diperoleh bahwa onset awal untuk depresi, munculnya delusi, dan komorbiditas dengan gangguan kecemasan dan alkoholisme meningkatkan resiko pada keluarga (Goldstein, et al., 1994; Lyons et al., 1998, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004).
Penelitian mengenai faktor genetis pada gangguan unipolar dan bipolar melibatkan keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10-15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu episode gangguan mood (Gherson, 1990, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Pada gangguan unipolar, meskipun faktor genetis mempengaruhi, namun kurang menentukan dibandingkan gangguan bipolar. Resiko akan meningkat pada keluarga pasien yang memiliki onset muda saat mengalami gangguan.
Berdasarkan beberapa data diperoleh bahwa onset awal untuk depresi, munculnya delusi, dan komorbiditas dengan gangguan kecemasan dan alkoholisme meningkatkan resiko pada keluarga (Goldstein, et al., 1994; Lyons et al., 1998, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004).
2.
Neurochemistry dan Mood Disorders
Dua neurotransmitter yang berperan dalam gangguan mood adalah norepinephrine dan serotonin. Norepinephrine terkait dengan gangguan bipolar dimana tingkat norephinephrine yang rendah menyebabkan depresi dan tingkat yang tinggi menyebabkan mania. Sedangkan untuk serotonin, tingkatnya yang rendah juga menyebabkan depresi. Terdapat dua kelompok obat untuk depresi, yaitu tricyclics dan monoamine oxidase (MAO) inhibitors. Tricyclics seperti imipramine (tofranil) adalah obat antidepresan yang berfungsi untuk mencegah pengambilan kembali norephinephrine dan serotonin oleh presynaptic neuron setelah sebelumnya dilepaskan, meninggalkan lebih banyak neurotransmitter pada synapse sehingga transmisi pada impuls syaraf berikutnya menjadi lebih mudah. Monoamine oxidase (MAO) inhibitors merupakan obat antidepresan yang dapat meningkatkan serotonin dan norephineprhine. Terdapat pula obat yang dapat secara efektif mengatasi gangguan unipolar, yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitors, seperti Prozac. Namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat efek samping dari berbagai obat antidepresan tersebut sehingga peningkatan dari norephineprhine dan serotonin tidak menimbulkan komplikasi lainnya.
Dua neurotransmitter yang berperan dalam gangguan mood adalah norepinephrine dan serotonin. Norepinephrine terkait dengan gangguan bipolar dimana tingkat norephinephrine yang rendah menyebabkan depresi dan tingkat yang tinggi menyebabkan mania. Sedangkan untuk serotonin, tingkatnya yang rendah juga menyebabkan depresi. Terdapat dua kelompok obat untuk depresi, yaitu tricyclics dan monoamine oxidase (MAO) inhibitors. Tricyclics seperti imipramine (tofranil) adalah obat antidepresan yang berfungsi untuk mencegah pengambilan kembali norephinephrine dan serotonin oleh presynaptic neuron setelah sebelumnya dilepaskan, meninggalkan lebih banyak neurotransmitter pada synapse sehingga transmisi pada impuls syaraf berikutnya menjadi lebih mudah. Monoamine oxidase (MAO) inhibitors merupakan obat antidepresan yang dapat meningkatkan serotonin dan norephineprhine. Terdapat pula obat yang dapat secara efektif mengatasi gangguan unipolar, yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitors, seperti Prozac. Namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat efek samping dari berbagai obat antidepresan tersebut sehingga peningkatan dari norephineprhine dan serotonin tidak menimbulkan komplikasi lainnya.
3.
Sistem Neuroendokrin
Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi hipotalamus. Hipotalamus kemudian mengontrol kelenjar endokrin dan tingkat hormon yang dihasilkannya. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituitary. Relevansinya terkait dengan simtom vegetatif pada gangguan depresi, seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol (hormon adrenocortical) yang tinggi, hal itu disebabkan produksi yang berlebih dari pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus (Garbutt, et al., 1994 dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Produksi yang berlebih dari cortisol pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal (Rubun et al., 1995, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Banyaknya cortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipoccampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan hipoccampal yang tidak normal. Penelitian mengenai Cushing’s Syndrome juga dikaitkan dengan tingginya tingkat cortisol pada gangguan depresi.
Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi hipotalamus. Hipotalamus kemudian mengontrol kelenjar endokrin dan tingkat hormon yang dihasilkannya. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituitary. Relevansinya terkait dengan simtom vegetatif pada gangguan depresi, seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol (hormon adrenocortical) yang tinggi, hal itu disebabkan produksi yang berlebih dari pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus (Garbutt, et al., 1994 dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Produksi yang berlebih dari cortisol pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal (Rubun et al., 1995, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Banyaknya cortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipoccampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan hipoccampal yang tidak normal. Penelitian mengenai Cushing’s Syndrome juga dikaitkan dengan tingginya tingkat cortisol pada gangguan depresi.
4.
An Integrated Theory of Bipolar Disorder
Gangguan bipolar merefleksikan adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system atau BAS. BAS memfasilitasi kemampuan manusia unuk mendekati atau memperoleh reward dari lingkungannya dan ini telah dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik kepribadian seperti ekstrovert, peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur syaraf dalam otak yang melibatkan dopamine neurotransmitter dan juga terkait dengan perilaku untuk memperoleh reward. Peristiwa kehidupan yang melibatkan pencapaian tujuan atau reward diprediksi meningkatkan simtom mania. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada simtom mania, dan pencapaian tujuan tidak terkait dengan perubahan dalam simtom depresi. Dengan demikian, BAS dan manifestasi perilakunya, yaitu pencapaian tujuan diasosiasikan dengan simtom mania dari gangguan bipolar.
Gangguan bipolar merefleksikan adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system atau BAS. BAS memfasilitasi kemampuan manusia unuk mendekati atau memperoleh reward dari lingkungannya dan ini telah dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik kepribadian seperti ekstrovert, peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur syaraf dalam otak yang melibatkan dopamine neurotransmitter dan juga terkait dengan perilaku untuk memperoleh reward. Peristiwa kehidupan yang melibatkan pencapaian tujuan atau reward diprediksi meningkatkan simtom mania. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada simtom mania, dan pencapaian tujuan tidak terkait dengan perubahan dalam simtom depresi. Dengan demikian, BAS dan manifestasi perilakunya, yaitu pencapaian tujuan diasosiasikan dengan simtom mania dari gangguan bipolar.
e) Teori Lingkungan Tentang Gangguan
Mood
Bipolar disorder tak hanya dipengaruhi oleh gen
saja, tetapi juga didorong oleh faktor lingkungan. Penderita penyakit ini
cenderung mengalami faktor pemicu munculnya penyakit yang melibatkan hubungan
antar perseorangan atau peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan (reward) dalam
hidup. Seorang
penderita bipolar disorder yang gejalanya mulai muncul saat masa ramaja
kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang menyenangkan seperti
mengalami banyak kegelisahan atau depresi. Selain penyebab diatas, alkohol,
obat-obatan, dan penyakit lain yang diderita juga dapat memicu munculnya
bipolar disorder. Di sisi lain, keadaan lingkungan di sekitarnya yang baik
dapat mendukung penderita gangguan ini sehingga bisa menjalani kehidupan dengan
normal.
TUGAS II : Tuliskan pandangan-pandangan
anda atau pemahaman anda terkait dengan kesadaran akan kesehatan mental pada
masyarakat di Indonesia! Jika perlu berikan masukkan akan kesehatan mental di
Indonesia!
Menurut saya, kesadaran akan kesehatan
mental pada masyarakat di Indonesia cukup baik. Berikut masukkan akan kesehatan
mental di Indonesia.
Cara praktis yang bisa dilakukan untuk tetap menjaga
kesehatan mental kita:
1. Menerima dan menghargai diri sendiri
Setiap individu itu berbeda dan unik, namun satu hal
yang sama adalah tidak ada
individu yang sempurna. Hargai diri kita sendiri.
Kenali dan terima kelemahan yang
kita miliki, namun fokuslah pada hal-hal yang
menjadi kelebihan kita. Bersikaplah
lebih realistis terhadap hal-hal yang masih ingin
kita ubah dalam diri kita. Jika hal
tersebut dapat diubah, cobalah untuk mengubahnya
secara perlahan.
2. Menjaga hubungan baik
Tidak perlu berjuang sendirian saat kita menghadapi
suatu masalah. Hubungan keluarga
dan teman yang baik dapat membantu mengatasi tekanan
dalam hidup karena dapat
memberikan masukan serta membuat kita merasa
diperhatikan. Tetaplah menjaga
hubungan baik dengan selalu bertukar kabar lewat
telepon, bertemu, dan saling bercerita.
3. Aktif berkegiatan
Aktiflah bertemu dengan banyak orang dan tergabung
dalam kegiatan baru
di lingkungan. Masuklah dalam komunitas, atur
pertemuan dengan teman-teman,
atau ikuti kursus yang dapat membantu kita untuk
merasa lebih baik. Ikut kegiatan
yang bertujuan membantu orang lain juga dapat membuat
kita merasa dibutuhkan
dan menjadi semakin berharga. Hal ini membuat
kepercayaan diri semakin
meningkat. Aktivitas seperti ini juga membantu kita
melihat dunia dari pandangan
yang berbeda sehingga membantu melihat masalah dari
sudut pandang yang lain.
4. Bercerita kepada orang lain
Bercerita mengenai perasaan yang dirasakan bukan
menandakan bahwa kita lemah,
tetapi merupakan bagian dari usaha kita untuk menjaga
kesehatan mental.
Didengarkan oleh orang lain membuat kita merasa
didukung dan tidak sendirian.
Mungkin awalnya sulit, namun jika terus dilakukan maka
akan terbiasa. Oleh karena
itu, carilah orang yang anda bisa ajak berbicara
dengan santai dan kemukakan apa
yang ada di kepala anda.
5. Aktif bergerak
Temukan olahraga yang kita sukai dan mulai lakukan.
Latihan pada badan dipercaya
dapat mengeluarkan senyawa kimiawi di dalam otak yang
membuat kita merasa
lebih baik. Oleh karena itu, olah raga teratur dapat
membuat kita merasa lebih positif,
membantu konsentrasi, tidur, serta membuat kita merasa
dan terlihat lebih baik.
Bergerak tidak harus dengan olahraga, namun dapat
dilakukan melalui kegiatan lain
seperti berjalan di taman, berkebun, atau melakukan
pekerjaan rumah tangga.
Lakukan selama minimal 30 menit, 3 – 5 kali seminggu.
6. Lakukan kegiatan yang dikuasai
Melakukan aktivitas yang kita sukai dan minati dapat
membantu mengatasi tekanan.
Aktivitas yang disukai adalah aktivitas yang kita
kuasai dan dapat membantu kita
semakin percaya diri serta mengatasi emosi yang kita
rasakan. Berkebun, memasak,
melukis, bermain musik, berolah raga merupakan contoh
aktivitas yang dapat membantu
kita mengekspresikan diri. Cari aktivitas yang dapat
membantu anda.
7. Istirahat
Jika terlalu banyak kegiatan ternyata membuat kita
tertekan, maka carilah waktu
untuk istirahat dan santai. Dengarkan tubuh kita
sendiri. Jika tubuh sangat lelah,
berikan waktu untuk tidur. Selain itu lakukan kegiatan
seperti mendengarkan musik,
membaca, menonton film, atau mencoba kegiatan baru
yang menyenangkan. Anda
juga juga dapat melakukan pengaturan pernapasan, yoga,
atau meditasi. Menggunakan
waktu 10 menit untuk istirahat dalam satu hari yang
sibuk akan membantu kita mengatasi
tekanan dengan lebih baik.
8. Konsumsi makanan dan minuman sehat
Otak kita membutuhkan nutrisi agar tetap sehat dan
berfungsi dengan baik, seperti organ
yang ada di dalam tubuh kita. Melakukan diet yang
seimbang dapat membantu kesehatan
mental kita karena dapat membantu cara berpikir dan
cara kita merasakan sesuatu. Cobalah
untuk mengkonsumsi 5 porsi buah-buahan dan sayuran
setiap hari serta minum air putih.
Minimalisir konsumsi minuman berkafein, berkadar gula
tinggi, dan alkohol. Hindari makan,
minum alkohol, merokok, dan menggunakan obat-obat
terlarang untuk menyelesaikan
masalah atau mengatasi perasaan tidak menyenangkan
yang kita alami. Hal seperti itu tidak
akan menyelesaikan masalah, justru sebaliknya akan
menciptakan masalah baru.
9. Minta bantuan
Terkadang kita merasa lelah atau kewalahan saat
sesuatu yang buruk terjadi. Saat
masalah sudah mulai berlebihan dan anda merasa tidak
dapat mengatasi, mintalah
bantuan. Keluarga dan teman merupakan lingkungan
terdekat yang dapat mendengarkan
masalah anda. Selain itu anda juga dapat berdoa atau
sembahyang. Jika anda mengalami
masalah fisik, pergilah ke dokter. Begitu juga jika
anda merasa memiliki masalah psikologis,
anda dapat berkonsultasi pada psikolog, psikiater,
pemuka agama. Jangan malu untuk
meminta pertolongan para ahli demi kesehatan mental
yang baik. Setiap orang memerlukan
bantuan dari waktu ke waktu dan tidak ada yang salah
dari meminta bantuan. Kenyataannya,
meminta bantuan merupakan tanda adanya kekuatan
personal.
Nama : Tiara Safitra
Kelas : 2PA13
NPM : 1A514761
Mata kuliah : Softskill - kesehatan mental
Dosen : Lia Fachrial