Pengertian Kepemimpinan
Menurut
Yukl (dalam Wirawan, 2014) kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain
untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu dilakukan dan bagaimana
melakukannya, dan proses memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk
mencapai tujuan bersama.
Menurut
Burns (dalam Wirawan, 2014) kepemimpinan adalah sebagai pemimpin mendorong
pengikutnya untuk bertindak untuk tujuan tertentu yang mewakili nilai motivasi
- keinginan dan kebutuhan; aspirasi dan harapan-baik pemimpin dan pengikut.
Kepemimpinan adalah proses timbal balik dari memobilisasi, oleh orang-orang
dengan motif dan nilai-nilai tertentu, berbagai ekonomi, sumber daya
politik dan lainnya, dalam konteks persaingan dan konflik, di lain untuk
mewujudkan tujuan secara mandiri atau saling diselenggarakan oleh kedua
pemimpin dan pengikut.
Menurut
Gardner (dalam Wirawan, 2014) kepemimpinan adalah proses persuasi atau misalnya
dengan mana seorang individu untuk kepemimpinan (tim) menginduksi kelompok
untuk mengejar tujuan yang diselenggarakan oleh pemimpin atau bersama oleh
pemimpin dan pengikutnya.
Jadi, dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan
proses persuasi dan mempengaruhi orang lain untuk memahami tentang apa yang
perlu dilakukan dan bagaimana cara melakukannya dengan proses memfasilitasi
individu untuk mewujudkan tujuan secara mandiri yang diselenggarakan bersama
pemimpin dan pengikutnya
B. Jenis-jenis
Kepemimpinan
a. Kepemimpinan
demokratis
Tipe pemimpin ini menganggap
bahwa pemimpin adalah merupakan suatu hak.
Ciri-ciri pemimpin tipe ini adalah
sebagai berikut :
·
Menganggap bahwa organisasi adalah milik pribadi
·
Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan
organisasi.
·
Menganggap bahwa bawahan adalah sebagai alat
semata-mata
·
Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat dari
orang lain karena dia menganggap dialah yang paling benar.
·
Selalu bergantung pada kekuasaan formal
·
Dalam menggerakkan bawahan sering mempergunakan pendekatan (Approach) yang
mengandung unsur paksaan dan ancaman.
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh
tipe mimpinan otokratis tersebut di atas dapat diketahui bahwa tipe ini tidak
menghargai hak-hak dari manusia, karena tipe ini tidak dapat dipakai dalam
organisasi modern.
b. Kepemimpinan
militeristis
Perlu
diparhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan seorang pemimpin tipe
militeristis tidak sama dengan pemimpin-pemimpin dalam organisasi militer.
Artinya tidak semua pemimpin dalam militer adalah bertipe militeristis.Seorang
pemimpin yang bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
·
Dalam menggerakkan bawahan untuk yang telah
ditetapkan, perintah mencapai tujuan digunakan sebagai alat utama.
·
Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan
pangkat dan jabatannya.
·
Senang kepada formalitas yang berlebihan.
·
Menuntut disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak
dari bawahan
·
Tidak mau menerima kritik dari bawahan
·
Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh
tipe pemimpin militeristis jelaslah bahwa ripe pemimpin seperti ini bukan
merupakan pemimpin yang ideal.
c. Kepemimpinan
paternalistis
Tipe
kepemimpinan paternalistis, mempunyai ciri tertentu yaitu bersifat paternal
atau kebapakan. Pemimpin seperti ini menggunakan pengaruh yang sifat kebapakan
dalam menggerakkan bawahan mencapai tujuan. Kadang-kadang pendekatan yang
dilakukan sifat terlalu sentimentil. Sifat-sifat umum dari tipe pemimpin
paternalistis dapat dikemukakan sebagai berikut:
·
Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak
dewasa.
·
Bersikap terlalu melindungi bawahan
·
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil keputusan. Karena itu jarang dan pelimpahan wewenang.
·
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya tuk
mengembangkan inisyatif daya kreasi.
·
Sering menganggap dirinya maha tau.
Harus diakui bahwa dalam keadaan
tertentu pemimpin seperti ini sangat diporlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi
sifar-sifar negatifnya pemimpin paternalistis kurang menunjukkan elemen
kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya.
d. Kepemimpinan
karismatis
Para
ahli manajemen belum berhasil menamukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin
memiliki kharisma. Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mampunyai
daya tarik yang amat besar, dan karenanya mempunyai pengikut yang sangat besar.
Kebanyakan para pengikut menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin
seperti ini, pengetahuan tentang faktor penyebab karena kurangnya seorang
pemimpin yang karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang
demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers), perlu
dikemukakan bahwa kekayaan, umur, kesehatan profil pendidikan dan sebagainya tidak
dapat digunakan sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis.
e. Kepemimpinan
Demokratis
Dari beberapa tipe kepemimpinan yang
telah disebutkan di atas, tipe kepemimpinan demokratis dianggap adalah tipe
kepemimpinan yang terbaik. Hal ini disebabkan karena tipe kepemimpinan ini
selalu mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan dengan kepentingan
individu.
Beberapa ciri dari tipe kepemimpinan
demokratis adalah sebagai berikut:
·
Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik
tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah mahluk yang termulia di dunia.
·
Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan
pribadi dengan kepentingan organisasi.
·
Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik
bawahannya.
·
Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan
pendidikan kepada bawahan agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi
daya kreativitas, inisyatif dan prakarsa dari bawahan.
·
Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai
tujuan.
·
Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih
sukses daripadanya.
·
Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya
sebagai pemimpin.
Dari sifat-sifat yang harus dimiliki
oleh pemimpin tipe demokratis, jelaslah bahwa tidak mudah untuk menjadi
pemimpin demokratis.
C. Teori
Sistem 4 dari Rensis Likert
Rensis Linkert
dari Universitas Michighan mengembangkan model peniti penyambung (linking pin
model) yang menggambarkan struktur organisasi. Menurut Luthans (1973) struktur
peniti penyambung ini cenderung menekankan dan memudahkan apa yang seharusnya
terjadi dalam struktur klasik yang birokratik. Ciri organisasi berstruktur
peniti penyambung adalah lambatnya tindakan kelompok, hal ini harus diimbangi
dengan memanfaatkan partisipasi yang positif. Bila seseorang memperhatikan dan
memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik.
Sistem 4 dikembangkan oleh Likert.
Dimulai dari sistem 1 (gaya yang sangat otoriter) hingga sistem 4 (gaya yang
didasarkan pada kerja tim dan kepercayaan timbal balik). Berikut pembagian
sistem 4 menurut Likert:
a. Sistem
1 (Explosive – Autocracy)
Manajemen tidak mempunyai
kepercayaan pada bawahan, karena mereka jarang dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan apapun. Sebagian besar keputusan dan penetapan tujuan
organisasi dibuat oleh manajemen puncak dan diturunkan ke bawah melalui garis
komando. Para bawahan dipaksa bekerja dengan ketakutan, ancaman, dan hukuman. Sistem
yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan
tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan
terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan
pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman
dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas
kebawah.
b. Sistem
2 (Benevolent – Autocracy)
Manajemen dianggap mempunyai
kepercayaan pada bawahan yang semakin berkurang. Sebagian besar keputusan dan
penetapan tujuan organisasi dibuat di manajemen puncak, tetapi banyak keputusan
dibuat berdasarkan kerangka tertentu di lapisan bawah. Para karyawan diberi
motivasi dengan hadian dan hukuman.
c. Sistem
3 (Consultative)
Manajemen dipandang mempunyai
kepercayaan besar pada bawahan, namun tidak sepenuhnya. Kebijakan dan keputusan
umum ditetapkan di manajemen puncak, tetapi bawahan diizinkan untuk membuat
keputusan spesifik di lapisan bawah. Komunikasi berjalan baik ke atas maupun ke
bawah. Hadiah, kadang hukuman dan berbagai keterikatan digunakan untuk memberi
motivasi karyawan. Beberapa proses pengendalian yang penting didelegasikan ke
bawah dibarengi dengan perasaan tanggung jawab baik pada tingkat atas maupun
bawah. Sistem
konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Disini karyawan
bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara pimpinan
dan karyawan nyata. Keputusan di tangan atasan, namun karyawan memiliki andil
dalam keputusan tersebut.
d. Sistem
4 (Participative Group)
Manajemen dipandang mempunyai
kepercayaan penuh terhadap bawahan. Pengambilan keputusan disebar ke seluruh
lapisan organisasi, namun terpadu sekali. Komunikasi terjadi tidak hanya ke
atas dan ke bawah, melainkan juga ke samping yaitu antar sejawat. Sistem
partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Disini
manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan dan mereka dapat membuat keputusan.
Alur informasi keatas, kebawah, dan menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya
diterima, jika tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara
karyawan dan manajer. Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas
umumnya akurat dan manajer menanggapi umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja
dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan,
penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian.
Sumber
Friska. (2004). Kepemimpinan dalam
organisasi. USU Repository, 4-6.
Hasibuan, Malayu, S., P. (2003).
Manajemen sumber daya manusia, edisi revisi. Jakarta: Ghalia Indonesia.